Langsung ke konten utama

Film Wan An, Kematian sebagai lelucon




          Memandang Tji yang masih tertidur pulas sambil tersenyum tulus, itulah yang dilakukan Ing sebagai syukur kepada Tuhan atas karunia Nya karena masih diberikan kesempatan untuk melanjutkan hidup bersama  di dunia  ini. dengan segala syukur pasangan lansia ini menikmati hidup di dalam bayang - bayang kematian yang terus menghantui.
Wan an dalam bahasa Indonesia berarti selamat malam.  Kata yang berasal dari bahasa Cina ini merupakan judul dari film pendek narasi fiksi  karya Yandy Laurens. Tji dan Ing tokoh utama dalam  yang diperankan oleh Hengky Soelaiman dan Maria Oentoe  sebagai  suami istri  keturunan etnis Cina . Pengunaan Wan An sebagai motiv dapat diartikan sebagai kata perpisahan. Dikala malam menjelang jika, salah satu dari mereka tidur dan tak akan terbangun kembali maka, Wan an adalah salam perpisahan yang mereka ucapkan
Sepasang suami istri ini menghabisakan  masa tua nya secara harmonis  dengan beraktivitas sehari - hari di rumah dengan penuh cinta dan kasih sayang. Permasalahan timbul ketika kegelisahan Ing yang tak terbendung  dicurahakan kepada Tji mengenai kematian. Namun, kegelisahan Ing  ditanggapi sebagai angin lalu oleh Tji.  Kesokan pagi nya Tji menemukan Ing tidak bergerak. Sontak membuat Tji panik dan sedih yang amat dalam hingga menangis.  Tak lama kemudian Ing tertawa dengan lepas karena berhasil mengelabui Tji. Lantas Tji merasakan kekecewaan yang sangat dalam karena perasanya telah dipermainkan
          Lelucon Ing membuat Tji  lesu dan tidak memiliki semangat hidup. Hal itu mengakibatkan Ing  merasa tidak nyaman. Merasa sangat bersalah.  Malam  harinya Ing meminta maaf  kepada Tji  atas leluconnya. Tji pun meledak  amarahnya dan mengungkapkan betapa sedihnya jika Ing benar – benar meninggal . Setelah itu tiba – tiba  tiba Tji meregang dan kesakitan hingga membuatnya tidak sadarkan diri. Ing terkejut dan terus menguncang – gunjangkan tubuh Tjin sambil menangis berharap Tji segera sadar. Kemudian Tji tertawa terbahak – bahak karena  berhasil mengelabui Ing dengan lelucon yang sama.

.Keesokan harinya terjadi hal yang tak lazim dari biasanya antara Ing dan Tji. Mereka berdua tergelatak diam di atas tempat tidurnya sambil berpegangan tanggan. Hingga siang menjelang mereka tatap diam  mematung .Suasana rumah menjadi sepi tengalam di dalam sunyi penghuni rumah tersbut. Tiba – tiba   Tji tertawa terbahak bahak yang disusul oleh Ing. Mereka berdua secara tidak sengaja telah kompak melakukan lelucon berpura – pura meninggal.

Dari kisah yang mengangkat tema kematian dapat kita rasakan kekhawatiran Tji dan Ing di masa tua. Masing - masing  dari mereka memiliki kekhawatiran yang sama, manakala maut memisahkan . Tji yang terlihat begitu cuek dengan kegelisahan Ing akan kematian sanggat terpukul jika, Ing benar – benar meninggalkan dirinya untuk selamanya begitu juga dengan Ing. Suasana keseharian mereka sangat lah berbeda, jika salah satunya tidak menjalani rytme kehidupan seperti biasanya, bahakan ketika mereka berdua mencoba menghentikan rytme kehidupan.

Dalam segi tata suara yang menggunakan 2 bahasa yaitu Cina dan Indonesia terkadang membuat penonton sedikit sulit mencerna percakapan tokoh utama. ketika berganti bahasa dari cina ke Indonesia begitu pun sebaliknya. Pemainya pun handal menghayati peran sebagai sepasang suami istri.Tata artistik dari segi lampu sengaja dibuat redup yang mempresentasikan keredupan hidupnya yang berangsur – angsur semangkin menua.
.Kebersamaan mereka bagaikan semangat hidup baik untuk Tji maupun Ing. Tanpa kebersamaan itu mereka merasa lesu dan tak memiliki gairah hidup. Setelah memahami arti akan kehilangan pasangan hidup timbulah sebuah harapan yang sama secara tidak mereka sadari, yaitu keinginan agar kelak maut menjemput mereka bersamaan. Agar tidak ada yang merasa sedih satu sama lain.Film ini membuat kekhawatiran akan hidup menjadi lelucon belaka dan mengajarkan kita bagaimana cara menikmati hidup
Dengan mengangkat entis Cina sebagai tokoh utama, film sarat makna akan arti sebuah kehidupan disuguhkan dengan humor yang mengelitik dan memainkan perasaan penonton denagn berkali – kali pemeran utamannya kita kira menginggal namun pada akhirnya semua hanyalah candaan belaka.. film pendek ini sukses mengangkat kebudayaan etnis Cina di Indonesia dan mengajak  penonton ikut merasakan ketakutan para usia lanjut  akan maut yang sewaktu – waktu dapat menjemput
 Meski pada awalnya film unik ini berdurasi 15 menit   digarab  sebagai  tugas akhir pada strata S1 di  IKJ (Institut Kesenian Jakarta).Keberhasilan film Wan an dapat dibuktikan dengan prestasi yang telah di peroleh Wan an dengan memenangkan 3 penghargaan dalam "XXI Short Film Festival 2013" yaitu  Film Pendek Favorit Pilihan Penonton, Film Pendek Fiksi Naratif Pilihan Media, dan Film Pendek Fiksi Naratif Terbaik. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Holy shit man, I think I just had an intellectual orgasm!

  “Eeeits hati – hati ya.. jangan langsung mengasosiasikan kata “orgasm” ke konteks seks   karena ini enggak ada hubungannya sama sekali dengan seks kok hha”,ceritanya itu asumsi si penulis ke pembaca. Terus asumsi si penulis di bales sama pembaca yang baik hati   „Eeh emang siapa juga yang bilang itu seks yee..“. Hha   Ok ok sebenrenya bukan maksud mau nuduh pembaca bakal mikir yang engak – engak soalnya biasanya sih   kata „ orgasm“ itu sering banget kita kata itu ditemenin sama kata “seks” #mereun~ . Ok berantemnya udahan dulu yaaa~ soalnya I wanna give you some informations   tentang definisi intellectual orgasm:   1. to enjoy a high- level or intelligent conversation to the maximum. 2. When you hear something that is so profound, brilliant, or novel, that it blows your mind..   Sekarang udah tau donk artinya cieee..   Nah definisi itu baru aja di copas dari urbandictionary.com :D. lanjut leadnya udah kepanjangan itu~ kita masuk ke   cerita yang direpresentasikan oleh judul y

Cara KOMPAS Menjaga Keobjektivitasan Berita Pemilu 2014

Puncak dari pesta demokrasi rakyat Indonesia semakin dekat. Berita akan kedua kandidat begitu deras di media masa. Keberpihakan beberapa media terhadap salah   satu   kandidat pilpres pun semakin terbaca oleh publik , baik dari penyajian berita yang tidak objektif dan berimbang ataupun terlibatnya pemilik media tersebut sebagai tim sukses.   Hal itu membuat penikmat produk media mulai skeptis & terprovokasi akan banyaknya informasi yang disajikan oleh berbagai macam   media . Lantas bagaimana dengan sikap koran harian KOMPAS dalam menjaga keobjektivitasan beritanya? Pada acara pelatihan dan seminar " Pemilu &Peran media " disegelarakan oleh Kompas Kampus di Bandung (12/09/14). Pada sesi tanya jawab   saya berkesempatan untuk melontarkan pertanyaan tersebut kepada Budiman Tanurajo, wakil pemimpin redaksi harian Kompas, Sumber : @bem_unpad Beliau   menjelaskan bahwasannya kompas memberikan hak yang sama akan porsi berita & foto dari kedua kandidat p

Ada apa dengan mahasiswa?

       Kalimat tanya yang menjadi judul diatas seolah menyapa kondisi dan keadaan mahasiswa saat ini, ada apa? Apa yang terjadi dengan mahasiswa? . hal itu pun dibungkus menjadi sebuah tema dalam pertunjukan kolaborasi dari beberapa jurusan yang dirangkum dalam acara “ Theatron” yang disengelarakan oleh unit kegiatan mata mawar , himasad unpad.               Acara yang dimulai pada pukul 14.00 wib ini berjalan dengan sukses dan lancar. Acara ini terdiri dari 5 rangkaian acara, 4 theater dan 1 orasi. Keempat theater tersebut yakni : mata mawar ( sastra jerman), Panguyuban BFLA ( sastra Inggris), TEPAS ( sastra sunda), Masih Lekru ( sastra rusia), Theater Djati ( sastra Indonesia).  Seluruh penampilan dari rangkaian acara ditampilkan dengan ciri khas tersendiri dari masing – masing pengisi acara. Mereka menafsirkan keadaan mahasiswa saat ini dari berbagai macam sudut pandang  sehingga memperkaya penonton akan pemaknaan mahasiswa saat ini. Mulai dari satire – satire ke