“ ku lihat ibu pertiwi sedang
bersusah hati, air matanya berlinang emas intan yang kau kenang… kini ibu sedang lara merintih dan berdoa…”
Penggalan
dari bait-bait lagu Ibu pertiwi ini cukup mempresentasikan keadaan Indonesia
sekarang. Di tengah rancana kenaikan harga BBM, Indonesia kini sedang merintih
dan berdoa. Cukup miris di negara yang kaya akan minyak bumi ini. Namun, mengalami
kendala dalam mencukupi kebutuhan akan BBM. Sehingga untuk dapat menikmati tiap
tetes BBM terutama untuk masyarakat kecil. Diperlukan subsidi yang mana, subsidi
BBM tersebut kini dirasa sangat berat dipenuhi pemerintah tahun ini. Mengingat defisit
APBN akan bertamabah akibat kenaikan harga minyak dunia.
Jika
kebijakan subsidi tidak dikurangi, menyebabkan kenaikan harga BBM yang sangat
memperngaruhi segala aspek perekonomian rakyat dari sektor kecil hingga besar.
Seperti yang kita ketahui sampai saat ini Indonesia masih dan sangat bergantung
pada BBM.
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber
daya alamnya, dengan jumlah minyak yang dihasilkan dari perut bumi, Indonesia
mampu mencukupi kebutuhannya sendiri. Dari 128 cekungan saat ini, baru sekitar
38 cekungan yang sudah dieksplorasi sehingga sisanya masih berpotensi ditemukan
cadangan minyak maupun gas bumi.seperti
yang dilansir migasreview.com .Dari data tersebut seharusnya Indonesia dapat
memenuhi kebutuhannya akan minyak bumi, jika dikelola secara mandiri.
Indonesia
belum mampu mengelola petambangan secara mandiri, dengan pintu terbuka dipersilahkan
orang – orang asing memeras minyak bumi kita. Untuk menuju kemandrian dalam mengelola
produksi minyak bumi diperlukan tiga komponen : 1. Dana yang besar , 2.
Teknologi yang relevan 3. Kemampuan mengelola resiko yang cukup baik Analisis
dampak lingkungan (Andal). Bukan hal yang mustahil bagi Indonesia untuk
mengelola minyak sendiri.
Dari
segi modal kita dapat belajar dari negara tetangga ketika Malaysia mengelola
Petronas. Pengelolaannya mengunakan orientasi pertumbuhan yang mana keuntungan
dari setiap penjualan minyak akan disisihkan untuk pertumbuhan Petronas.
seharusnya hal serupa dilakukan juga oleh Pertamina yang selama ini hanya
mengejar orientasi laba tanpa memikirkan pertumbuhan.
Dan
dari segi teknologi, Indonesia sebenarnya sudah mampu dalam pemenuhan kebutuhan
perlatan dan perlengkapan pertambangan. Namun, kita masih belum percaya akan
hasil karya lokal dan tender – tender peralatan, perlatan tambang dikuasai
oknum – oknum tertentu yang tidak memihak ke hasil karya lokal.
Membuat
pesawat saja bapak BJ Habibi berserta anak - anak bangsa bisa dan Indonesia
harus yakin membuat perlatan/teknologi pertambangan pun bisa. Asalkan ada
perhatian dan dukungan dari pemerintah dalam pengembangannya. Memang tidak
sedikit dana yang diperlukan. Namun, hasil yang diperoleh nanti akan setimpal
bahkan lebih.
Setelah
itu ketika Indonesia sudah mandiri dari segi modal dan teknologi perlu juga
diperhatiakan segi Andal ( analisis dampak lingkungan), memperhatikan segala
resiko dan dampak ketika menambang minyak, jangan sampai kasus lumpur Lapindo
terulang kembali, hal itu merupakan pelajaran berharga amat pentingnya
memperhatiakan Andal.
Tidak
hanya dari segi pemproduksian minyak saja, kebijakan – kebijakan pemerintah
juga sangat diperlukan. Saat ini sangat kontras terasa disaat kementrian Energi
dan Sumber Daya Alam (ESDM) menyuluhkan penghematan energi tapi sisi lain, menteri
perindustrian mendorong penjualan kendaraan bermotor. Seharusnya ada
sinerginitas dari tiap - tiap kementrian guna mengelolaan BBM di Indonesia.
Kita
harus menjadi tuan rumah atas rumah sendiri, dengan cara bersatu padu serta
bahu membahu guna mencapai kemandirian dalam pengelolaan sumber daya alam.
Indonesia harus lah sadar, seluruh dunia membutuhkan Indonesia maka jangan
pernah Indonesia mau menyerahan sejengkal tanah dan hutan kepada siapapun.
Kalimat tersebut diungkapkan oleh Dr willie Smits, seorang pakar dalam bidang
kehutanan dan ekonomi terapan yang berbasis lingkungan hidup, pria asal belanda
yang berkebangsaan Indonesia mengaskan, sebenarnya Indonesia tidak membutuhkan
negara manapun jika bisa mengolola SDA nya secara mandiri.
Indonesia
juga harus memiliki keberanian seperti Argentina menasionalisasikan perusahaan
minyak YPF yang dikendalikan perusahaan Repsol asal Spanyol. Presiden Argentina
, Cristina Fernandez de Kirchner ,mempunyai alasan kuat akan kebijakannya
bahwasanya Argentina tidak kekurangan SDA ( minyak bumi). Namun, kesalahan
dalam kebijakan bisnis lah yang mengakibatkan Argentina terus mengimport minyak
dan jika kebijakan import terus berlanjut maka Argentina akan berakhir. Dikutip
dari rimanews.com. hal yang serupa
terjadi di Indonesia samapai saat ini
kita masih mengimport minyak bumi.
Apa
yang dilakukan Argentina sebenarnya sejalan dengan Pasal 33 UUD 1945 mengatur :
bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dikuasai negara dan dipergunakan
untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat. sudah saatnya Indonesia menggunakan kacamata
optimis yaitu memandang Indonesia di keadaan yang carut marut dengan melihat
sisi – sisi positif seabagai solusinya dan bahu membahu membangun bangsa ini!
Kita pasti bisa!
Komentar
Posting Komentar