Langsung ke konten utama

Theater Djati : „ Mira dan Awal“




  
 Seoalah – olah waktu berjalan mundur hingga ke era tahun tahun 1951 , itulah nunsa yang terasa ketika memasuki aula PSBJ  FIB Unpad tempat pagelaran theater Djati. Nuansa itu dapat dilihat dengan selembaran sinopsis yang dibagikan dan karcis mengunakan EYD yang belum disempurnakan, cara berpakaian panitia penjaga karcis nya pun bergaya klasik dengan padanan  kemeja kotak2 longgar dengan dominan warna coklat yang dimasukan ke dalam celana panjang bahan. Tidak hanya itu, juga alunan lagu- lagu retro yang dinyanyikan dan diiringi dengan petikan gitar akustik mengalun lembut sebelum pertunjukan dimulai .


 „ Mira dan Awal“  kedua nama ini merupakan judul sekaligus nama tokoh utama dalam pertunjukan yang dimulai pukul 11.00 WIB. Mira dan Awal dua sejoli yang memadu kasih ini mengalami kerumitan dalam kisah cintanya. Dimana Awal terlalu mencintai Mira begitu dalam sehingga ia berangapan surga itu ketika mira telah menjadi pendamping hidupnya. Akibat rasa cinta Awal yang terlalu mencintai Mira bahkan melebihi rasa cinta Awal terhadap dirinya itulah yang membuat Mira ragu akan jalinan kisah cintanya.

Awal pemuda idealis dari keluarga terpandang,  kecewa akan keadaan bangsa dan kehidupan dunia ini. Ia tak percaya apapun bahkan untuk urusan agama. Pemuda yang tidak memiliki pegangangan hidup ini hanya mempercayai kekasihnya. Mira, kekasih Awal, dalam kesehariannya ia hanya menjaga warung kopi. Kecantikan Mira pun banyak dikagumi oleh pelanggan setianya.  


 Ditengah kemelut percintaan percintaan mira dan awal, didalam pertunjukan ini di selipkan potret – potret masyarakat biasa akan kehidupan pasca kemerdekaan. Warung kopi milik Mira ini pun menjadi tempat berkumpulnya berbagai macam latar belakang masyarakat yang mampir sekedar ngopi untuk melepas kejenuhan dan juga menjadi tempat untuk berceloteh mengenai  keseharian, cinta, agama dan negara.

Pertunjukan theater ini berlatar belakang dan seting pada tahun 1951, tepat enam tahun sebelumnya peristiwa besar bagi bangsa indonesia terjadi yakni kemeredekaan.  Sebagian besar dari kita pasti ingat peristiwa – peristiwa bersejarah apa saja yang terjadi setelah kemerdekaan ataupun tokoh-tokoh sejarah yang memiliki jasa yang sungguh luar biasa untuk bumi pertiwi ini.Semua itu kita dapat dari banggku SD sampai SMA atau bahkan kuliah. Terlepas dari apa yang tersimpan diingatan kita akan sejarah pasca kemerdeakaan indonesia, apakah  kita tau juga bagaimana keadaan, situasi dan kondisi rakyat biasa. Apa yang mereka pikirkan? Apa yang mereka rasakan? Dan apa yang mereka inginkan dari pasca kemerdekaan bangsa ini. semua itu dirangkum dan sukses disajikan secara ringan, cerdas serta jenaka oleh theater Djati.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Holy shit man, I think I just had an intellectual orgasm!

  “Eeeits hati – hati ya.. jangan langsung mengasosiasikan kata “orgasm” ke konteks seks   karena ini enggak ada hubungannya sama sekali dengan seks kok hha”,ceritanya itu asumsi si penulis ke pembaca. Terus asumsi si penulis di bales sama pembaca yang baik hati   „Eeh emang siapa juga yang bilang itu seks yee..“. Hha   Ok ok sebenrenya bukan maksud mau nuduh pembaca bakal mikir yang engak – engak soalnya biasanya sih   kata „ orgasm“ itu sering banget kita kata itu ditemenin sama kata “seks” #mereun~ . Ok berantemnya udahan dulu yaaa~ soalnya I wanna give you some informations   tentang definisi intellectual orgasm:   1. to enjoy a high- level or intelligent conversation to the maximum. 2. When you hear something that is so profound, brilliant, or novel, that it blows your mind..   Sekarang udah tau donk artinya cieee..   Nah definisi itu baru aja di copas dari urbandictionary.com :D. lanjut leadnya udah kepanjangan itu~ kita masuk ke   cerita yang direpresentasikan oleh judul y

Cara KOMPAS Menjaga Keobjektivitasan Berita Pemilu 2014

Puncak dari pesta demokrasi rakyat Indonesia semakin dekat. Berita akan kedua kandidat begitu deras di media masa. Keberpihakan beberapa media terhadap salah   satu   kandidat pilpres pun semakin terbaca oleh publik , baik dari penyajian berita yang tidak objektif dan berimbang ataupun terlibatnya pemilik media tersebut sebagai tim sukses.   Hal itu membuat penikmat produk media mulai skeptis & terprovokasi akan banyaknya informasi yang disajikan oleh berbagai macam   media . Lantas bagaimana dengan sikap koran harian KOMPAS dalam menjaga keobjektivitasan beritanya? Pada acara pelatihan dan seminar " Pemilu &Peran media " disegelarakan oleh Kompas Kampus di Bandung (12/09/14). Pada sesi tanya jawab   saya berkesempatan untuk melontarkan pertanyaan tersebut kepada Budiman Tanurajo, wakil pemimpin redaksi harian Kompas, Sumber : @bem_unpad Beliau   menjelaskan bahwasannya kompas memberikan hak yang sama akan porsi berita & foto dari kedua kandidat p

Ada apa dengan mahasiswa?

       Kalimat tanya yang menjadi judul diatas seolah menyapa kondisi dan keadaan mahasiswa saat ini, ada apa? Apa yang terjadi dengan mahasiswa? . hal itu pun dibungkus menjadi sebuah tema dalam pertunjukan kolaborasi dari beberapa jurusan yang dirangkum dalam acara “ Theatron” yang disengelarakan oleh unit kegiatan mata mawar , himasad unpad.               Acara yang dimulai pada pukul 14.00 wib ini berjalan dengan sukses dan lancar. Acara ini terdiri dari 5 rangkaian acara, 4 theater dan 1 orasi. Keempat theater tersebut yakni : mata mawar ( sastra jerman), Panguyuban BFLA ( sastra Inggris), TEPAS ( sastra sunda), Masih Lekru ( sastra rusia), Theater Djati ( sastra Indonesia).  Seluruh penampilan dari rangkaian acara ditampilkan dengan ciri khas tersendiri dari masing – masing pengisi acara. Mereka menafsirkan keadaan mahasiswa saat ini dari berbagai macam sudut pandang  sehingga memperkaya penonton akan pemaknaan mahasiswa saat ini. Mulai dari satire – satire ke